Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Yoman:Saya Menulis untuk OAP yang sedang musnah ditangan Indonesia?

Maret 21, 2023 | Maret 21, 2023 WIB Last Updated 2023-03-21T05:52:05Z


Papua:BANGSA INDONESIA SEDANG JUNGKIR BALIK RAKYAT DAN BANGSA PAPUA MELALUI  DOB SEBAGAI ALAT PENDUDUKAN DAN PENJAJAHAN  UNTUK PEMUSNAHAN ETNIS PENDUDUK ORANG ASLI PAPUA  SECARA SISTEMATIS, MASIF, MELUAS DAN KOLEKTIF 

"Perjuangan dimulai dengan lahirnya kesadaran manusia bahwa mereka ditindas. Kaum yang tertindaslah yang harus berjuang untuk menjadi manusia yang utuh." ( Pendidikan Kaum Tertindas: Paulo Freire: 1993: 52, 19).




Saya MENULIS.  Saya MENULIS. Saya MENULIS.  Saya MENULIS. Saya selalu MENULIS. Saya akan MENULIS. Saya tetap MENULIS. Saya terus MENULIS. Saya BERBICARA. Saya BERSUARA untuk rakyat dan bangsa Papua Barat yang sedang dihancurkan dan dimusnahkan oleh penguasa Indonesia. 

Rakyat dan bangsa Papua Barat atau Penduduk Orang Asli Papua (POAP) bangunlah dari ketiduran yang panjang. Bangunlah dari kelumpuhanmu. Sadarlah dari ketidakdaranmu. Bangunlah dari kepalsuan ideologi Indonesia yang menyesatkan. 

Ini cara saya untuk  membangunkan kesadaran dan ingatkan bangsa saya, Penduduk Orang Asli Papua (POAP) yang sudah dilumpuhkan kesadaran, dan sudah dipecah belah, sudah tidak punya harga diri lagi, dan sedang dijungkir-balikan, dan sedang dihancurkan dan sedang dibuat sebuah bangsa yang tidak punya harga diri dan martabat kemanusiaan, tidak punya harapan masa depan dan sedang dimusnahkan dari Tanah Pusaka dan Leluhur. Rakyat dan bangsa Papua Barat, Penduduk Orang Asli Papua (POAP) sedang dimusnahkan di siang bolong, terang-terangan oleh penguasa kolonial modern Indonesia. Rakyat dan bangsa Papua Barat, Penduduk Orang Asli Papua (POAP) tidak ada harapan masa depan dalam Indonesia, karena Indonesia bangsa kolonial modern yang menduduki, menjajah, menindas dan memusnahkan POAP secara kejam, barbar dan rasis secara sistematis, masif, meluas dan kolektif. 

Daerah Otonomi Baru (DOB) boneka Indonesia di Tanah Papua adalah mesin pemusnahan Penduduk Orang Asli Papua. DOB boneka ini juga merupakan operasi militer dan operasi transmigrasi metode muktakhir atau pendekatan modern yang primitif, barbar dan kejam.
DOB boneka Indonesia mesin marginalisasi yang melumpuhkan, menghancurkan, memporak-porandakan dan menjungkir-balikan rakyat dan bangsa Papua Barat, Penduduk Orang Asli Papua (POAP). 

Nasib POAP sangat malang dan suram dalam kekuasaan dan pengendalian bangsa kolonial firaun modern Indonesia yang bertangan besi, rasis dan fasis. Penduduk Orang Asli Papua (POAP) sepertinya benar-benar berada dalam Neraka Indonesia yang memiliki falsafah negara Pancasila: Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. 

Kehidupan dan kebebasan serta martabat Penduduk Orang Asli Papua (POAP) benar-benar dirampok dengan moncong senjata, label, stigma dan mitos-mitos yang sangat kejam dan tidak manusiawi. POAP menjadi mangsa bangsa Indonesia dan diperlakukan seperti tawanan perang dan tidak punya kemerdekaan, tidak punya hak, dan tidak punya suara di atas Tanah leluhur. POAP sedang menghadapi dan mengalami mimpi sangat buruk karena masa depan sangat gelap dalam genggaman penguasa kolonial modern Indonesia. 

Daerah Otonomi Baru Boneka Indonesia di Tanah Papua (DOB) adalah wujud wajah modern dari Daerah Operasi Militer (DOM). Dengan kata lain, DOB adalah DOM atau REMILITERISASI. 

DOB Boneka Indonesia 100% bukan untuk Penduduk Orang Asli Papua. 
Karena, Jenderal (Purn) TNI Prof. Dr. Ir. Drs. H.Abdullah Mahmud Hendropriyono, S.T., S.H. S.E., S.I.P., M.B.A., M.A., M.H., dan Jenderal Polisi (Purn) Prof. Drs.  H. Muhammad Tito Karnavian, M.A, Ph.D.,  mengatakan: DOB itu kepentingan militer, intelijen, politik untuk meredam pergerakan Papua Barat merdeka. Pindahkan orang Papua 2 juta ke Manado dan orang-orang Manado dipindahkan ke Papua, supaya orang asli Papua segera punah. 

DOB Boneka Indonesia  itu  Rumahnya untuk militer/polisi Indonesia dan migran atau orang-orang pendatang. Karena Papua digabungkan  atau diintegrasikan ke dalam wilayah orang-orang Melayu Indonesia dengan moncong senjata melalui Pepera 1969  cacat hukum dan moral  dan tidak memenuhi syarat-syarat Perjanjian New York 15 Agustus 1962. Peristiwa Pepera 1969 itu lebih  populer dengan "penuh darah dan air mata dan penderitaan" dipihak orang asli Papua. 

Benarlah apa yang ditulis Made Supriatma dalam artikel berjudul: "KOLONIALISME PRIMITIF DI PAPUA," dan kutip sebagai berikut: 

"Orang Indonesia mau kekayaannya. Tetapi tidak mau dengan manusianya. Orang Indonesia tidak pernah peduli pada nasib orang Papua. Tujuan hadirnya aparat kolonial di Papua adalah untuk melakukan penjarahan. Dan, semua yang dibangun di sana pun untuk tujuan memudahkan penjarahan." 

Theo van den Broek dalam Nota Diskusi Kelompok Kerja Gabungan Gereja-gereja/Dewan Gereja Papua  dengan tema: "IMAN UNTUK DAMAI" sampaikan pengamatannya sebagai berikut: 

"Permasalahan di Papua menjadi makin rumit dan makin sulit untuk diatasi. Apalagi 'rasa aman dan damai' makin jauh dari penghayatan kita sehari-hari, secara khusus di wilayah-wilayah konflik di Papua, yang jumlahnya makin bertambah... Lingkaran kekerasan makin kuat dan gaya brutal pelanggaran HAM Berat makin kentara...
permasalahan/konflik yang makin kompleks dan rumit...Keadaan di Papua sangat kritis dan bersifat darurat..." (  Paper, 15 Desember 2022). 

Prof. Dr. Frans Magnis-Suseno menggambarkan akar konflik dan kekerasan Negara di Papua sebagai berikut: 

"Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia." (hal.255). 

"...kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab, sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata tajam." (hal.257). (Sumber: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme Bunga Rampai Etika Politik Aktual, 2015). 

Pastor Frans Lieshout menimpulkan penyebab akar konflik Papua sebagai berikut: 

"PAPUA TETAPLAH  LUKA BERNANAH di Indonesia." (Sumber: Pastor Frans Lieshout OFM: Gembala dan Guru Bagi Papua, (2020:601). 

Almarhum Herman Wayoi mengabadikan pesan ini kepada generasi penerus Penduduk Orang Asli Papua (POAP) sebagai berikut: 

"Pemerintah Indonesia hanya berupaya menguasai daerah ini, kemudian merencanakan pemusnahan Etnis Melanesia dan menggantinya dengan Etnis Melayu dari Indonesia. Hal ini terbukti dengan mendatangkan transmigrasi dari luar daerah dalam jumlah ribuan untuk mendiami lembah-lembah yang subur di Tanah Papua. Dua macam operasi yaitu Operasi Militer dan Operasi Trasmigrasi menunjukkan indikasi yang tidak diragukan lagi dari maksud dan tujuan menghilangkan ras Melabesia dari Tanah ini." ( Sumber: Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat: Yoman, 2007:142). 

Dalam keadaan yang sudah tidak normal seperti sekarang, bagi orang-orang terdidik sebenarnya menjadi para pelopor keadilan dan penegak nilai kebenaran serta martabat manusia untuk menciptakan dunia yang beradab dan berkeadilan serta kedamaian. Artinya para kaum terpelajar tidak mewariskan dan memelihara serta mempertahankan sejarah yang busuk, salah, bengkok yang menyebabkan penderitaan panjang dalam sejarah kemanusiaan di West Papua. Kita berkewajiban untuk menciptakan Papua yang harmoni, berperadaban dan manusiawi. 

Dalam misi mulia ini, kita harus melangkah dalam tindakan nyata, yaitu menulis sejarah dengan jujur, benar dan obyektif. Karena yang abadi adalah sejarah itu sendiri. Kita harus hindari penulisan sejarah karena kepentingan dan pesan sponsor. 

“Setiap dusta harus dilawan. Menang atau kalah. Lebih-lebih dusta yang mengandung penindasan“ (Mayon Soetrisno: Arus Pusaran Soekarno Roman Zaman Pergerakan, 2001, hal.369) 

Semua penindasan, penjajahan dan kejahatan negara yang berbasis rasisme ini harus kita akhiri. Mari, kita bersama-bersama dalam posisi kita masing-masing, suarakan, bahwa masalah kejahatan kemanusiaan, marjinalisasi, diskriminasi,  ketidakadilan dan rasisme yang terjadi sebelum dan selama Otonomi Khusus  harus diselesaikan. Untuk penyelesaian  semua persoalan di Papua ada empat pokok akar konflik yang sudah dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI: sekarang Badan Riset Inovasi Nasional -BRIN) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008),  yaitu: 

1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia; 

(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian; 

(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri; 

(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua. 

Doa dan harapan penulis, para pembaca mendapat pencerahan.  

Selamat membaca. Tuhan memberkati. 

Waa.....Waa.....Kinaonak!


Ita Wakhu Purom, Selasa, 21 Maret  2023 

Penulis: 

1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua;
2. Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua Barat (WPCC)
3. Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC)
4. Anggota Aliansi Baptis Dunia (BWA). 

=========== 

Kontak: 08124888458 (WA) 
08128888712 (HP)
×
Berita Terbaru Update