Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Soroti jejek benny wenda: Kendangkalan Kelompok Benny Wenda.

April 04, 2023 | April 04, 2023 WIB Last Updated 2023-04-03T23:26:07Z


Jakarta,detiknewstv.com Kelompok Benny Wenda, Oridek Ap, Buhtar Tabuni, Erik Walela, Ibrahim Peyon, dan orang-orang sejenisnya karena tidak mampu membuktikan pentingnya perubahan ULMWP menjadi trias politika atau Pemerintahan Sementara baik dari sisi teori, praktek, dan bahkan legal formal sesuai By Law ULWMP, maka mereka sekarang menyerang dengan membabi-buta semua orang yang menolak konsep mereka. 

Misalnya Oridek Ap, untuk membenarkan perlakuan mereka, dia gunakan narasi Jeda Kemanusiaan yang ditandatangani oleh Markus Haluk, dkk,. untuk dibenturkan dengan pemerintahan kurang ajar mereka. Padahal kita, rakyat Papua juga tidak menyetujui agenda Markus Haluk, dkk. Agenda itu bukan keinginan rakyat, juga tidak ada kesepakatan kolektif di organisasi pelopor, dan ini murni agenda sepihak. Sehingga kita bukannya menolak, tetapi tidak tahu-menahu sama sekali. Jadi mana mungkin kita mengambil sikap terhadap sesuatu yang tidak kita ketahui?

Jelaslah bahwa argumen Oridek Ap itu bukan hanya salah, tetapi sangat murahan dan subjektif. Alih-alih menunjukan urgensi dari pembentukan Pemerintahan Sementara, mereka justru mencari-cari pembenaran di narasi-narasi kosong dan murahan.

Setelah argumen di atas tidak mendapat simpati dari massa rakyat, sekarang mereka beralih ke argumen lain, yaitu orang terlatih yang disusupkan ke dalam Gerakan Papua Merdeka. Argumen ini terbaca dari narasi-narasi Ibrahim Peyon (intelektual/penasehat Benny Wenda, dkk) tentang bahayanya musuh internal yang lebih mengancam daripada musuh eksternal. Dengan ini yang dimaksud oleh Ibrahim Peyon ialah semua orang yang menolak Pemerintahan Sementara dari dalam Gerakan Papua Merdeka ialah "musuh internal" atau orang titipan BIN/BAIS, dsb. 

Argumen-argumen ini sekarang menjadi jelas siapa yang mereka maksudkan, yaitu Jeffy Wenda, Ones Suhinap, Markus Haluk, dan tentunya semua perwakilan 21 organisasi yang hadir saat Pra KTT ULWMP di Sentani kemarin. Saat ditanya, apa buktinya? Kelompok ini tidak mampu membuktikan apapun untuk mendukung dalil mereka. Mereka hanya berargumen "ULWMP sudah setingkat negara. Sekarang negara vs negara. Jadi jika ada yang mengkritik, maka ia adalah bagian dari musuh". Hanya ini argumen mereka.

Padahal untuk membuktikan bahwa dia musuh atau orang titipan Jakarta/BIN/BAIS, maka pertama sekali perlu dibuktikan relasi atau hubungan antara kedua belah pihak. Misalnya bukti komunikasi, pertemuan, relasi antara mereka, atau yang lainnya. Lebih aneh dan memalukan lagi adalah, ketika orang tersebut menyepakati agenda mereka, dan tidak berseberangan, misalnya seperti Markus Haluk 2014-2017, maka ia bukan orang titipan Jakarta. Saat setelah Markus Haluk menolak deklarasi Pemerintahan Sementara dan bergabung dengan barisan oposisi, maka Markus Haluk telah berubah menjadi "orang titipan Jakarta/BIN/BAIS".

Jadi indikator mereka untuk menjudge seseorang sebagai musuh titipan, atau orang bayaran Jakarta adalah karena perbedaan pendepat, bukan karena bukti-bukti yang mereka temukan secara nyata. Atau dengan kata lain, berdasarkan hasil analisa/hayalan mereka, dan bukan fakta lapangan. Ini berarti menunjukan kedangkalan intelektual kelompok ini dalam menganalisa keadaan nyata di tubuh gerakan. 

Adalah jelas bahwa di tubuh gerakan Papua Merdeka bukanlah sekelompok yang homogen/tunggal atau seiya-sekata. Tetapi sangat bervariatif; mulai dari ideologi hingga program perjuangan. Jadi apabila terdapat perbedaan pendapat, maka itu hal yang lumrah. Bukan berarti ia orang titipan Jakarta/BIN/BAIS. Tugas kita adalah meyakinkan mereka dengan sabar dan ilmiah. Tetapi sayangnya ini tidak mampu dilakukan oleh kelompok-kelompok Benny Wenda, karena memang apa yang mereka lakukan bertentangan dengan hukum-hukum revolusi yang dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 

Ketika Jubi dan Suara Papua memasok berita-berita dari gerakan mayoritas yang menolak PS Benny Wenda, dan mendesak gelar KTT, mereka juga lalu menuduh dua media ini sebagai alatnya BIN/BAIS. 

Jadi, kesimpulan umum yang dapat kita tarik adalah, mereka ini tidak mendasarkan dirinya pada sesuatu yang ilmiah atau rasional. Atau dengan kata lain, sangat subjektif dan dangkal. Ini membuktikan bahwa politik mereka sangat busuk dan tidak masuk akal, bahkan untuk konteks Papua Merdeka, ini membawa kemunduran besar.   


Tim Redaksi
×
Berita Terbaru Update