Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Gubernur Maluku Gagal Faham Masa Jabatan nya!!

Juni 04, 2023 | Juni 04, 2023 WIB Last Updated 2023-06-05T01:31:48Z
Oleh:Paman Nurlette,Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik Indonesia

Jakarta,Ditengah hiruk pikuk Pilkada serentak Nasional. Pada tahun 2023 ini, masa jabatan sejumlah kepala daerah di Indonesia, mulai Bupati, Wali kota hingga Gubernur akan berakhir. Untuk Gubernur 17 orang, Bupati 115 dan Wali Kota sebanyak 38. Sehingga total keseluruhan sebanyak 170 kepala daerah turun dari singgasana kekuasaan sebelum percaturan politik 2024.

Desain mekanisme Pilkada serentak Nasional dalam regulasi, tidak memungkinkan pertempuran kepala daerah aktif. Kepala daerah mereka akan di ganti oleh penjabat yang di tunjuk oleh Menteri untuk Bupati/Walikota dan Gubernur di tunjuk Presiden. Gubernur, Bupati dan Wali Kota tersebut tidak bisa mengikuti Pilkada di tahun 2023. Pasalnya, perubahan sistem menjadi pemungutan suara serentak Nasional pada bulan November 2024. 

Legitimasi eksistensi pelaksanaan pilkada serentak Nasional pada tahun 2024, merupakan amanat Norma Pasal 201 Ayat (8), yang termaktub secara eksplisit dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Ketentuan Pasal 201 Ayat (8) tersebut menyebutkan bahwa, "pemungutan suara serentak Nasional dalam pemelihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024".

Sementara prosedur aturan main (Rule of the game) tentang berakhir masa jabatan 170 kepala daerah, diatur dalam ketentuan Norma Pasal 201 Ayat ( 5) yang menyebutkan bahwa "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023".

Pasal 201 Undang-undang Pilkada menjadi Legal Matriks bagi organ Negara DPR, Pemerintah, KPU dan Bawaslu sepakat pemungutan suara pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/kota, serta anggota DPD RI dilaksanakan pada hari Rabu, Tanggal 14 Februari 2024.

Sedangkan pemungutan suara serentak Nasional dalam pemelihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 27 November 2024.
Berdasarkan aturan hukum yang telah berlaku, maka pemungutan suara pemilu, dan suara serentak Nasional tetap dijalankan sesuai dengan tahapan dan jadwal diatas. 

Namun, menariknya dari 17 Gubernur diatas yang berakhir masa jabatan, terdapat empat orang yang tidak menjabat sampai lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Yaitu, diantaranya Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur), Syamsuar ( Gubernur Riau), Murad Ismail (Gubernur Maluku), dan Abdul Gani Kasuba (Gubernur Maluku Utara).

Baik Khofifah Indar Parawansa, Syamsuar, Murad Ismail, maupun Abdul Gani Kasuba merupakan gubernur hasil percaturan politik Pilkada tahun 2018 di Provinsi masing-masing. Namun, keempat gubernur itu baru dilantik pada 2019, sehingga mestinya mereka menjabat selama lima tahun dan masa jabatannya berakhir di 2024.

Hal ini, sesuai ketentuan norma Pasal 162 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Pasal 60 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014. Pasal 162 Ayat (1 ) Undang-undang Pilkada menyebutkan bahwa "Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan".

Itu sebabnya, Gubernur Maluku Murad Ismail dengan percaya diri berdalil tetap menjabat sampai 2024. Sayangnya, ia berargumentasi hukum tanpa memahami aturan dan perubahan sistem pemilu, yang berlaku di undang-undang Pilkada terkait masa jabatan kepala daerah dan pemungutan suara serentak Nasional.

Sebagai pejabat Publik memproduksi suatu informasi di ruang publik, harus paham esensi aturan hukum yang berlaku agar tidak kontradiktif. Apalagi menyoal wacana masa jabatan, tidak cukup dengan mensuplai wacana liar sebagai referensi tunggal. Melainkan harus banyak membaca dan mendengar dari orang yang lebih ahli.

Secara normatif ketentuan Pasal 201 Ayat (5) Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Otomatis berlaku dan mengikat seluruh 170 kepala daerah di Indonesia termasuk Gubernur Maluku Murad Ismail. Oleh karena itu, ia hanya bisa menjabat sampai bulan Desember 2023, bukan April 2024 sebagaimana dipahami selama ini. 

Kalau kita menelaah secara kritis dari optik hukum terhadap Norma Pasal 201 Ayat 5 mengandung frasa "hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023". Norma tersebut secara eksplisit menegaskan berakhir masa jabatan Gubernur terletak pada tahun pemilihan bukan tahun pelantikan. Berakhir masa jabatan Gubernur Maluku dan beberapa kepala daerah lain pada 2023, merupakan konsekuensi hukum dari lambatnya durasi pelantikan. 

Undang-undang Pilkada telah berlaku sejak tahun 2016, dan selisih 3 tahun lebih dulu dengan pelantikan Gubernur Maluku. Mestinya, setelah terpilih sebagai Gubernur hasil pemilihan 2018, Norma Pasal 201 Ayat (5) sudah harus dibaca dan dipahami dengan baik. Agar menjadi referensi untuk upaya mendorong percepatan proses pelantikan di tahun yang sama sesuai hasil pemilihan. 

Keterlambatan pelantikan saat itu, bisa dimaknai sebagai masalah teknis kebijakan pemerintah, dan tidak menjamin kepastian hukum masa jabatan Gubernur Maluku sampai 2024. Sementara berakhir masa jabatan kepala daerah pada 2023 hasil pemilihan 2018, telah diatur jelas dalam regulasi. Sehingga semua pihak termasuk Pemerintah harus tunduk dan patuh terhadap amanah Undang-undang tersebut.

Meskipun ada pihak menginterpretasikan kebijakan Implementatif Norma Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, terkait Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan tahun 2018, yang menjabat sampai dengan tahun 2023 dinilai mereduksi dan mengamputasi masa jabatan para kepala daerah, terutama empat orang sebagaimana disebutkan di atas.

Namun, Gubernur Maluku Murad Ismail, jika ingin tetap menjabat sampai 2024. Terutama menilai ada inkonsistensi antara ketentuan Norma Pasal 201 ayat (5) dengan pasal 162 ayat (1) Undang-undang Pilkada, atau berimplikasi terjadinya tumpang tindih norma yang mengatur masa jabatan dan merugikan hak konstitusionalnya. Serta menilai bertentangan dengan norma Pasal 18 Ayat (3), UUD NRI 1945. 

Menurut hemat penulis, sebaiknya memperjuangkan hak konstitusionalnya melalui kuasa hukum melakukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi untuk menguji materi Norma Pasal 201 ayat (5) Undang-undang Pilkada. Biar terjadi diskursus dan dialektika yuridis normatif disana. Sebab, jika mengacu pada ketentuan tersebut, masa jabatannya kurang lebih hanya 4 tahun 8 bulan.

Kendati demikian, Gubernur Maluku harus pahami dengan baik tentang ketentuan pemilihan umum lima tahun sekali sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Ayat (3) UUD 1945, berlaku hanya untuk anggota DPRD dan bukan untuk pemilihan kepala daerah seperti Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, dan Wakil Wali kota.

Ketika problematika hukum ini dibawah ke Mahkamah Konstitusi, pasti Hakim menyatakan Original Intent atau Textual Meaning Norma Pasal 18 Ayat (3), yang termaktub secara eksplisit di UUD NRI 1945, mengatur secara pasti tentang masa jabatan 5 tahun adalah DPRD. Sedangkan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, dan Wakil Wali kota masa jabatannya tidak diatur secara rigid 5 tahun dalam Konstitusi. Apalagi sekarang Undang-undang Pilkada telah diubah.

Kecuali dalam keadaan normal, legitimasi eksistensi masa jabatan Gubernur Maluku bersama tiga Gubernur lainnya tetap 5 tahun. Hal ini sesuai ketentuan norma Pasal 162 Ayat (1) Undang-undang Pilkada. Tetapi, karena akan dilaksanakan pemungutan suara serentak Nasional, maka Norma Pasal 201 Undang-undang Pilkada menjadi pengecualian, dan tidak memberi masa jabatan 5 tahun bagi kepala daerah hasil pemelihan 2018, yang baru dilantik pada 2019 dan 2020.


Tim Redaksi 
×
Berita Terbaru Update