Ket photo: Ilustrasi pemalsuan tandatangan
Sei Lepan, detiknewstv.com-Salah seorang kepala desa di Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, harus berurusan dengan aparat penegak hukum.
Pasalnya, oknum kades Harapan Baru, Kecamatan Seilepan, Tarno nekat melakukan pemalsuan tandatangan Bunda Hj Tutik dan menerbitkan stempel piktif disalah satu rumah makan (RM) di Simpang Piturah Kelurahan Alurdua Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat.
Aksi terlapor terhadap pemilik RM untuk order nasi bungkus dengan rincian anggaran sebesar Rp20 juta kepada pemilik RM, Bunda Hj Tutik (70).
Tak hanya tanda tangan korban pemilik rumah (RM) Hj Bunda Tutik dipalsukan terlapor, bahkan ia nya mengadakan atau menghadirkan stempel piktif atau stempel logo RM milik Hj Bunda Tutik.
Untuk meraup keuntungan pribadinya, kades bersama kroni melakukan aksinya meskipun suatu pelanggaran hukum dilakukannya sehingga harus berurusan dengan pihak tindak pidana korupsi (Tipidkor) di Polres Langkat.
Menurut pengamat hukum di Stabat, Safril SH, perbuatan memalsu tanda tangan, menurut mantan anggota DPRD Langkat ini, dalam bukunya “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Serta Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” (hlm. 196), masuk ke dalam pengertian memalsu surat dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Jeratan Hukum untuk pelaku Pemalsuan Tanda Tangan dan stempel piktif.
Untuk pemalsu tanda tangan dan stempel piktif yang dilakoni oleh kepala desa Harapan Baru, Kecamatan Sei Lepan,Tarno.
Perbuatan memalsu tanda tangan, menurut Safril SH dalam bukunya “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 263 ayat (1) KUHP berbunyi sebagai berikut:
“Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya (6) enam tahun," tegas Safril SH.
Jadi, pidana maksimal yang dapat dijatuhkan pada (kades-red) Tarno pelaku pemalsu tanda tangan suatu surat adalah (6) enam tahun penjara.
Namun, untuk dapat dikenai sanksi pidana Pasal 263 ayat (1) KUHP ini sebagaimana dijelaskan Safril SH (hlm 195), surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang:
a.Dapat menerbitkan hak, misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil dan lainnya.
b.Dapat menerbitkan suatu perjanjian, misalnya: surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa dan sebagainya.
c.Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang, misalnya kwitansi atau surat semacam itu; atau
d.Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa.
Jadi, menurut hemat, Safril SH pemalsuan tanda tangan pejabat lembaga pemerintah dapat dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara.
KUHP yang akan dijatuhkan terhadap seorang kepala desa Harapan Baru, Kecamatan Sei Lepan, Tarno yang terbukti disinyalir memalsu surat dan Tandatangan serta diterbitnya stempel piktif suatu pelanggaran kitab undang-undang hukum KUHPidana pasal 263 ayat (1) dengan ancaman penjara selama (6) enam tahun penjara.
Untuk itu, kita meminta kepada Kapolres Langkat, AKBP David Triyo Prasojo, SH, SIK M.Si, untuk menindaklanjuti dengan serius pelanggaran yang dilakukan oleh kepala desa Harapan Baru, kecamatan Sei Lepan, Tarno.
Berharap Kapolres Langkat yang baru agar menggiring kasus dan memproses untuk ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku.
"Tangkap dan penjarakan oknum kades yang melanggar hukum tersebut. Selaku orang nomor satu di desa Harapan Baru, ini telah mencoreng nama baik pemerintahan kabupaten Langkat kini menjabat sebagai kepala desa," pinta Safril SH.
Penulis: JP