Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Diminta APH Segera Periksa Kadis Peternakan Langkat

Januari 06, 2025 | Januari 06, 2025 WIB Last Updated 2025-01-06T12:41:59Z
LANGKAT- Sudah cukup lama masyarakat Kabupaten Langkat, terutama petani dan peternak, mengeluh tentang ketidakberesan yang terjadi di Dinas Peternakan dan Pertanian, Kabupaten Langkat.

Namun, kali ini keluhan-keluhan itu bukan hanya sekadar suara tanpa arah, melainkan sebuah peringatan keras yang tak bisa diabaikan begitu saja.

Dugaan penyimpangan anggaran dan distribusi bantuan yang tidak sesuai dengan harapan, membuat Dinas Peternakan dan Pertanian Langkat layak mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum (APH).

Ternak Kambing yang Tidak Sesuai Harapan: Dugaan Mark Up Anggaran

Salah satu isu utama yang kini mencuat adalah dugaan penyimpangan dalam pengadaan ternak kambing untuk kelompok tani ternak.

Berdasarkan informasi yang diperoleh detiknewstv.com ada indikasi kuat bahwa anggaran untuk pembelian kambing telah dibengkakkan atau mark up oleh oknum-oknum di Dinas Peternakan dan Pertanian.

Bantuan yang awalnya dijanjikan berupa induk kambing dewasa, baik jantan maupun betina, ternyata beralih menjadi anak-anak kambing yang jauh lebih murah harganya.

Dalam dokumen anggaran yang disusun, pembelian satu ekor kambing jantan dewasa dipatok dengan harga Rp. 3,7 juta per ekor untuk 6 ekor, sementara kambing betina dewasa dibanderol Rp. 2,7 juta per ekor untuk 54 ekor.

Namun, kenyataannya, bantuan yang diterima oleh kelompok tani ternak justru berupa anak kambing dengan harga sekitar Rp. 800 ribu per ekor.

Ini adalah selisih yang sangat besar, yang tentunya menimbulkan pertanyaan besar.

Bagaimana mungkin, bantuan yang jelas-jelas tertulis dalam anggaran tidak sesuai dengan yang disalurkan?

Kuat dugaan, anggaran yang seharusnya digunakan untuk membeli kambing dewasa tersebut telah diselewengkan oleh oknum-oknum yang memiliki akses terhadap anggaran tersebut.

Kelompok tani ternak yang mengharapkan bantuan kambing untuk memperbesar usaha mereka, justru dikecewakan dengan bantuan yang jauh dari harapan.

Pertanyaan yang muncul, kemana selisih anggaran tersebut? Siapa yang menikmati uang rakyat yang seharusnya sampai kepada peternak? Ini adalah indikasi awal dari praktik korupsi yang harus segera diusut tuntas.

Tidak berhenti sampai di situ, Dinas Peternakan dan Pertanian Langkat juga terjebak dalam kontroversi terkait distribusi pupuk subsidi.

Salah satu petani di Kecamatan Secanggang, Abdul Hasan, baru-baru ini mengungkapkan kekesalannya melalui media sosial setelah kesulitan mendapatkan pupuk subsidi yang harganya melambung tinggi.

Dalam video yang viral, Hasan mengungkapkan keluhan kepada Presiden Prabowo Subianto mengenai langkanya pupuk subsidi dan tingginya harga yang harus dibayar petani untuk pupuk yang seharusnya diberikan dengan harga lebih terjangkau.

Menyikapi keluhan petani ini, beberapa anggota DPRD Langkat dari Fraksi Gerindra datang langsung kelokasi menemui Hasan dan memberikan suport.

Selang beberapa hari kemudian, Kadis Peternakan dan Pertanian Langkat, Hendrik Tarigan, mengklaim bahwa hingga Desember 2024, pihaknya sudah menyalurkan 1.560 ton urea dan 1.220 ton NPK, dengan penyerapan mencapai 1.259 ton urea dan 1.112 ton NPK.

Pertanyaannya, siapa yang sebenarnya menikmati pupuk subsidi yang sudah disalurkan tersebut? Jika distribusi pupuk sudah berjalan sesuai ketentuan, mengapa petani seperti Hasan harus teriak-teriak karena pupuk subsidi sangat sulit didapatkan?

Bahkan, kios pengecer pun terkesan menjual pupuk subsidi dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga yang seharusnya.

Ini adalah bukti nyata lemahnya pengawasan dan akuntabilitas dalam proses distribusi bantuan pupuk.

Dalam konteks ini, Dinas Peternakan dan Pertanian Langkat jelas gagal dalam memastikan bahwa pupuk subsidi benar-benar sampai ke tangan petani yang membutuhkan.

Ketidakadilan ini semakin memperburuk nasib petani yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah daerah, terutama di tengah upaya nasional untuk mencapai swasembada pangan.

Kondisi yang terjadi di Dinas Peternakan dan Pertanian Langkat saat ini menunjukkan betapa lemah pengawasan yang ada.

Warga dan petani yang seharusnya dilayani dengan baik, malah terus-menerus terabaikan.

Kuat dugaan bahwa praktik penyalahgunaan anggaran dan distribusi bantuan yang tidak transparan telah lama terjadi.

Sayangnya, upaya konfirmasi yang dilakukan oleh wartawan detiknewstv.com kepada Kadis Peternakan dan Pertanian, Hendrik Tarigan, serta Kabid yang membidangi, Johanes Ginting, selalu mendapat respons yang mengecewakan.

Pesan yang dikirim hanya dibaca tanpa tanggapan, sebuah sikap yang mencerminkan ketidakpedulian terhadap masukan dan kontrol publik.

Hal ini sangat memprihatinkan. Tidak hanya masyarakat yang dirugikan, tetapi integritas pemerintah daerah juga dipertaruhkan.

Jangan sampai, ketidakpedulian ini terus dibiarkan dan mengarah pada kerugian yang lebih besar bagi masyarakat.

Oleh karena itu, langkah yang harus diambil adalah audit menyeluruh terhadap penggunaan anggaran dan distribusi bantuan, serta pemeriksaan yang mendalam terhadap Dinas Peternakan dan Pertanian Langkat oleh aparat penegak hukum.

Keterbukaan dan transparansi adalah kunci untuk mencegah penyalahgunaan yang semakin merajalela.

Krisis yang sedang melanda sektor pertanian dan peternakan di Langkat bukan hanya soal kelangkaan pupuk atau bantuan ternak yang tidak sesuai.

Ini adalah cerminan dari sebuah sistem yang tidak berjalan dengan baik dan tidak mampu memberikan keadilan bagi rakyat.

Dinas Peternakan dan Pertanian Langkat harus segera diperiksa oleh pihak berwajib. 

Pemerintah daerah tidak bisa terus membiarkan praktik penyalahgunaan anggaran ini terus terjadi.

Rakyat sudah cukup menderita, dan mereka berhak untuk mendapatkan pelayanan yang transparan dan akuntabel.


Penulis:  Joko.p
×
Berita Terbaru Update