Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kawasan Hutan Mangrove di Pesisir Desa Tanjungpasir Luluhlantak Dibendung Dikonversi.

Februari 23, 2025 | Februari 23, 2025 WIB Last Updated 2025-02-23T08:03:59Z
P. SUSU, DetikNewstv.com-Program Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) KLHK yang memicu deforestasi sehingga merugikan para nelayan di wilayah pesisir Desa Tanjungpasir, Kecamatan Pangkalansusu, menuai sorotan tajam kalangan aktivis lingkungan.

Salah seorang aktivis lingkungan di Langkat, Azhar Kasim, kepada wartawan, Jumat (21/2), meminta kepada Presiden Prabowo Subianto mencambut izin TORA yang diberikan kepada pihak yang seharusnya tak berhak menerima.

Prinsip dasar program 
TORA yang dibuat pemerintah, katanya, lebih memprioritaskan buat membantu masyarakat miskin yang selama ini tidak memiliki tanah, bukan malah sebaliknya diberikan kepada orang kaya atau penguasa.

Ia tidak dapat menerima kawasan hutan mangrove yang begitu luas dan selama ini bukan sebagai tempat pemukiman atau lokasi bercocok tanam masyarakat seperti di Desa Tanjungpasir mendapatkan prioritas TORA.

Keritikan yang sama juga dilontarkan oleh pengurus DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Tajrudin Hasibuan, ST. Ia miris melihat nasib nelayan tradisional jika rencana alih fungsi hutan ini tetap berlanjut.

Dia mengatakan, kawasan hutan mangrove tidak dapat dikonversi. 

Jika terdapat surat berkaitan dengan pelepasan kawasan hutan, lanjutnya, maka para pelaku terlibat, mulai dari pengusul hingga pihak yang menerbitkan surat pelepasan kawasan wajib ditindak tegas dan di proses sesuai hukum yang berlaku di NKRI ini.

Tajrudin lebih lanjut menjelaskan, sesuai dengan peraturan, masyarakat yang berhak mendapatkan program TORA dari pemerintah di antaranya menempati kawasan sekurang-kurangnya selama 15 tahun.

Kemudian, lanjutnya, penerima program adalah warga masyarakat lokal yang belum memiliki rumah atau belum memiliki alas hak terhadap tanah negara yang ditempati. 

Jika yang mendapat program ini orang luar daerah, apalagi pengusaha, ini menyalahi aturan tanpa dibekali izin hamdal.

Ia meminta Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk melakukan pengusutan untuk.penindakan, karena patut diduga ada unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam proses pengusulan program ini. 

DPP KNTI meminta supremasi hukum benar-benar ditegakan demi terwujudnya rasa keadilan bagi masyarakat pesisir yang terdzholimi.

Salah seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional Kab. Langkat mengatakan, menurut pengetahuannya, tahun 2024 BPN belum ada menerbitkan surat sertifikat "Program PORA" di kawasan mangrove di Desa Tanjungpasir. 

“Setahu saya BBN belum ada mengeluarkan sertifikat, tapi itu pun saya cek nanti,” ujarnya.

Secara terpisah, Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah I Stabat, Tanta Perangin-angin, dikonfirmasi wartawan mengatakan, program TORA ini kewenangan BPKH, sedangkan KPH hanya sebatas sebagai fasilitator.

Dia menjelaskan, terkaitan dengan kawasan hutan mangrove ini, berita acara tata batas sudah lengkap yang mana Kades, Camat dan Pemkab Langkat dalam hal ini Asisten I Tata Pemerintahan sudah menekan. 

“Secara administrasi, mekanisme pelepasan tata batas sudah ditekan,” ujarnya.

Namun begitu, Tanta, mengaku pihaknya belum mengetahui apakah lahan tersebut sudah ada izin resmi untuk dikerjakan. Lanjut ia mengatakan, akan menemui pihak Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Senin depan, untuk mempertanyakan kejelasannya.

Program TORA di Desa Tanjungpasir menjadi sorotan dan tanda tanya besar bagi beberapa kalangan, karena yang mendapatkan program ini bukan masyarakat miskin yang berada di seputar kawasan hutan, melainkan orang kaya bermodal kuat.

Padahal, praktik alih fungsi yang dilakukan pihak yang menerima program PORA dapat mengancam ekosistem dan masa nelayan, karena habitat biota laut berpotensi punah tanpa berproduksi lagi. 

Praktik penghancuran hutan ini akan memiskinkan kehidupan keluarga terkhusus Pemburu Nabati secara tidak langsung pihak pengelola membunuh atau membinasakan para nelayan di pesisir pantai Pangkalan Susu.

Kalangan aktivis lingkungan mendesak Menteri Kehutanan segera mencabut izin TORA yang sudah dikeluarkan di pesisir Desa Tanjungpasir, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat,Sumatra Utara (Sumut) karena mudaratnya jauh lebih besar dampak dari manfaatnya. 

“HGB dan SHM saja bisa dicabut, seperti dalam kasus pagar laut di Rempang, Banten,” pungkas Azhar.

Kades Tanjungpasir, Faisal, ST, dikonfirmasi wartawan sebelumnya mengatakan, areal mangrove ini masuk dalam usulan program TORA tahun 2019, kemudian tahun 2024 pihak Kehutanan mengeluarkan peta kawasan ini sudah putih, artinya di keluarkan dari kawasan hutan.


Penulis : Joko. P
×
Berita Terbaru Update