Langkat, DetikNewstv.com-Sepanjang ribuan meter kawasan hutan mangrove di daerah pesisir pantai Desa Tanjungpasir, Kecamatan Pangkalansusu, yang telah dibendung atau benteng dengan ekcavator oleh pengusaha, kini tidak menjadi perhatian Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) bahkan tak dapat tersentuh tindakan dari aparat penegak hukum (APH) di Sumatra Utara Polres Langkat, padahal dampaknya jauh lebih besar dibanding dengan pemagaran hutan di kawasan hutan negara di Desa Regemuk, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deliserdang, Sumatra Utara (Sumut)
Ironisnya, dampak yang ditimbulkan dari pembabatan dan pembendungan kawasan hutan mangrove jalur hijau ini berpotensi merusak ekosistem atau biota laut yang tidak hanya berimplikasi terhadap lingkungan, tapi juga kelangsungan hidup baik nelayan maupun nelayan tradisional mencari nafkah.
Wakil Ketua Kelompok Nelayan Berkah di Desa Tanjungpasir, Zulkifli, Selasa (25/2), sengaja membawa sejumlah awak media dengan menumpang perahu motor untuk menunjukan fakta terjadinya kerusakan kawasan hutan.
Ia memperlihatkan salah satu paluh yang selama ini menjadi akses nelayan mengais rezki telah dibendung pengusaha. “Ini Paluh Balok yang telah dibendung (benteng-red) dengan menggunakan excavator,'’ kata Zulkifli seorang nelayan di Tanjung Pasir kepada media ketika survey langsung ke lokasi dengan mengendarai boat 25 kaki kelahan konversi hutan dijalur hijau tersebut.
Tidak hanya itu, Zulkifli, juga mengajak beberapa awak media untuk menelusuri kawasan untuk melihat fakta bahwa Paluh Tanjungpasir yang telah dibendung, namun karena terjangan arus air laut bendungan tersebut pecah dan tidak dapat menahan debit air dari Anak Paluh yang begitu besar menghantam bendungan buatan pengusaha orang luar tersebut.
Dia mengatakan, kalaulah kawasan hutan di Dusun V dan Dusun VI ini dikuasai pengusaha dengan dalih sudah mendapat legalitas dari program TORA, maka dampaknya cukup besar bagi kehidupan para baik para nelayan dan nelayan tradisional untuk mengais rejeki demi keberlangsungan kehidupan keluarganya.
Secara tidak langsung program (TORA) KLHK membunuh kehidupan para nelayan khususnya di Tanjungpasir khususnya di Pangkalan Susu.
Salah seorang nelayan ditemui mengatakan, jika pemusnahan terhadap kawasan hutan ini tidak dapat dihentikan, maka nelayan di daerah ini akan kehilangan sumber mata pencaharian.
Mirisnya, program Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) KLHK ini telah memicu deforestasi sehingga merugikan komunitas nelayan di Desa Tanjungpasir, Kecamatan Pangkalan Susu.
Hal ini menuai sorotan aktivis lingkungan di kabupaten Langkat
Salah seorang aktivis lingkungan di Langkat, Azhar Kasim, meminta Presiden Prabowo Subianto untuk dapat sudikiranya mencambut izin TORA yang dikeluarkan Kementerian LHK buat pihak (pengusaha-red) yang seharusnya tidak berhak menerima program TORA ini.
Prinsip dasar program TORA yang dibuat pemerintah, katanya, lebih memprioritaskan buat membantu kalangan masyarakat miskin yang selama ini tidak memiliki tanah, bukan malah sebaliknya diberikan kepada penguasa pemodal kuat dari luar daerah Pangkalan Susu.
Keritikan yang sama juga dilontarkan oleh pengurus DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Tajrudin Hasibuan, ST. Ia miris melihat nasib nelayan tradisional jika rencana alih fungsi hutan ini tetap berlanjut.
Dia mengatakan, kawasan hutan mangrove tidak dapat di 'Konversi' jelas sengsarakan nelayan untuk bertahan hidup.
Jika terdapat surat berkaitan dengan pelepasan kawasan hutan, lanjutnya, maka para pelaku terlibat, mulai dari pengusul hingga pihak yang menerbitkan surat pelepasan kawasan wajib diproses secara hukum lebih terutama kepala desa setempat dan kecamatan.
Tajrudin lebih lanjut menjelaskan, semestinya, sesuai dengan peraturan, masyarakat yang berhak mendapatkan program TORA dari pemerintah di antaranya telah menempati kawasan hutan sekurang-kurangnya selama 15 tahun.
Kemudian, lanjutnya, penerima program adalah warga masyarakat lokal yang belum memiliki rumah atau belum memiliki alas hak terhadap tanah negara yang ditempati.
Jika yang mendapat program ini orang luar daerah Pangkalan Susu, apalagi pengusaha, ini menyalahi aturan progres fungsinya dan sangat berdampak merugikan nelayan di Pangkalan Susu.
“Patut diduga ada unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam proses pengusulan program ini,” ujar DPP KNTI yang juga aktivis lingkungan itu seraya meminta hukum benar-benar ditegakan demi tercipta rasa keadilan bagi masyarakat pesisir "jangan hukum ini tajam ke bawah, tumpul keatas" tegas Tajruddin.
Secara terpisah, Ihsan yang merupakan adik kandung salah seorang pengusaha kondang di Stabat, berinisial AO pengusaha asal Stabat yang disebut-sebut mengerjakan kawasan hutan dalam keterangannya kepada sejumlah media menegaskan, lahan yang sedang dikerjakan ini usulan program TORA tahun 2023 dan November 2024 usulannya berhasil dikabulkan dan saya sempat lupa usulan tersebut ternyata di kabulkan permohonan TORAnya oleh pihak dinas kehutanan.
Dia menjelaskan, dasar awal penguasaan lahan adanya akte camat dan proses ganti rugi dengan masyarakat melalui notaris kala itu.
Menurut Ihsan, kawasan yang kini dilingkup awalnya tambak masyarakat yang sudah diganti rugi sesuai keabsahan kepemilikannya para nelayan kepada pengusaha,(ihsan-red)
Ia membatah telah menutup anak paluh yang ada di areal hutan 'Jalur Hijau' yang di klaim kepemilikan pengusaha tersebut.
Pengusaha tersebut mengaku ia hanya sebatas melebarkan benteng bendungan lebar 4m dan mendalami paluh yang diklaim kepemilikanya atas gantirugi dengan warga setempat.
Terkait masalah lahan yang telah di bendung, Ihsan, mengatakan ia melingkup berdasarkan lingkungkupan bekas, Abas.
“Aku melingkup berdasarkan lingkungan Abas dan aku hanya sebatas meninggikan dan melebarkan benteng lama yang dibuat oleh abas, bahkan tanah yang kita lingkup kepemilikan kita bukan milik orang yang sebelumnya kita gantirugikan oleh masyarakat,” ujar Ihsan seraya menambahkan, usulan TORA yang dikeluarkan KLHK seluas 79 hektare dan kawasan ini sudah putih dan kawasan ini akan dijadikan kolam peternakan ikan," kilahnya.
KPH Wilayah I Stabat, Tanta, sebelumnya mengatakan, berita acara tata batas sudah lengkap dimana Kades, Camat dan Pemkab Langkat sudah menekan.
Menurut pengusaha keturunan toongha, secara administrasi, mekanisme pelepasan tata batas sudah ditekan.
Penulis : Joko. P